“ masuk apanya ? enak saja “ protes
Tesan.
“ kenapa ? kita harus menghargai
tamu. Kasihan kak Jian kepanasan diluar sini “ ujar Jason
“ tidak ada ibuku dirumah, mana
boleh anak perempuan masuk rumah orang sembarangan” ujar Tesan ngotot.
Ditengah-tengah keributan mereka, sebenarnya Jian bermaksud melarikan diri.
“ tidak apa-apa. Aku tidak perlu
masuk. Aku Cuma...”
“ kau dengar sendiri ! dia bahkan
tidak ingin masuk. Tidak ada gunanya menyuruh dia masuk. Hanya akan membuat
semakin banyak orang salah paham. Kau tau, semua orang mulai membicarakan aku
lagi disekolah. Dan apa kata orang-orang kalau aku membiarkan dia masuk
kerumahku. Kau ingin aku ditabrak bis kali ini ? “ kata Tesan panjang lebar sampai membuat
Jason takjub.
“ ya ya baiklah. Terserah kau saja.
silahkan bicara sambil berpanas-panasan kalau begitu. Aku mau nonton Tv dulu “ ujar
Jason kemudian meninggalkan mereka Tesan dan Jian.
“ mau kemana kau ? “ teriak Tesan.
tapi Jason mengabaikannya.
“ Tesan ! “ ujar Jian kemudian.
Tesan
menoleh ke arah Jian dengan enggan. Bahkan ekspresi wajahnya sangat
menyakitkan. Kalau saja Jian tidak sedang merasa bersalah, dia pasti sudah
pergi dan tidak peduli lagi dengan apa yang terjadi padanya.
“ kau baik-baik saja ?” tanya Jian
“ memangnya kau mengharapkan aku
kenapa-kenapa ya ? “ Tesan bertanya balik dengan kasar. Jian berpikir, anak ini
pasti tidak pernah diajari cara berbicara dengan baik kepada orang lain.
Sikapnya sangat kasar. Ternyata begitulah sebabnya dia tak punya banyak teman.
Mungkin suatu hari nanti Jian harus bertanya pada Jason, berapa banyak dia
dibayar sehingga mau menjadi teman baik Tesan.
“ apa kau yakin kau baik-baik saja ?
“ tanya Jian lagi.
“ kau benar-benar ingin aku sakit
dan semacamnya ya ? “
Apa
ini ? anak ini kelihatan biasa-biasa saja. kelihatan sehat bahkan sanggup
membentak-bentak. Dia juga tidak kelihatan punya luka memar dan lain-lain
kecuali plaster dikepalanya karena terjatuh dari bis kemarin. Dia cuma
berkeringat. Itu normal, karena cuaca siang ini sangat panas. Tapi Emir, dia
bilang dia berkelahi dan menang. Apa Emir berbohong ? apa sebenarnya Tesanlah
yang menang ? karena ada luka memar diwajah Emir. Sedangkan Tesan tidak ada
luka sedikitpun. Tidak mungkin untuk mencari tau dari Tesan. anak ini hanya
akan membuatnya terlihat sangat rendah dan bau seperti sampah. Bahkan kehadiran
Jason sebagai penengah sudah tidak membantu lagi. Jian harus cepat-cepat pergi
dari tempat itu. dia harus melihat Emir lagi. tadi dia juga memukulinya didepan
semua orang. Apa dia baik-baik saja sekarang ? apa dia kesakitan ?
“baiklah, kalau begitu aku pergi.
Maaf mengganggumu ! “ kata Jian berpamitan. Tesan hanya diam tanpa bereaksi
apapun. Jian mendengarnya membanting tertutup pintu saat Jian sudah keluar dari
area rumahnya.
Jian
tidak ingin berlari lagi. dia hanya berjalan secepat mungkin kali ini. dia
sudah kehabisan tenaga untuk memukuli Emir, berlari-lari dan berbicara dengan
Tesan tadi membuatnya banyak berdebar-debar. Jadi dia sedikit lemas sekarang. Jian
sampai di depan gang tepat saat Emir berdiri dari duduknya. Sepertinya Emir
sudah akan pergi. Dia bahkan memakai almamaternya dan menggendong tas nya. Dibawah
sinar matahari, rambut basahnya berkilauan.
“ Emir ! “ panggil Jian. Emir
menoleh, lalu mundur lagi ke halte. Jian berlari kearahnya. Kali ini Emir tidak
tersenyum ataupun tertawa padanya. Dia terlihat seperti Emir yang waktu itu
mendorong Tesan jatuh dari Bis. Ekspresi dan mata tajamnya benar-benar
menakutkan.
“ Emir, maaf ! kau baik-baik saja
kan ? “ ini kesekian kalinya pertanyaan itu keluar dari mulutnya.
“ apa aku terlihat baik-baik saja ?
“ tanya Emir
“ ayo kerumahku, aku akan mengobati
lukamu “ ajak Jian, tiba-tiba merasa bersalah juga pada Emir.
“ tidak perlu. Luka-luka ku ini
tidak seberapa dibanding luka didalam sini “ ujar Emir sambil menunjuk dadanya.
“ apa Dadamu juga terluka ? kau
perlu kedokter ?“
“ jangan bercanda !” geram Emir.
Jian langsung diam dan mundur menjauh dari Emir. Sepertinya Emir sangat marah
sampai tidak ingin mendengar candaannya. Meskipun Emir tidak mungkin akan
memukul atau menyakitinya, tetap saja Jian sedikit ketakutan.
“ sudahlah ! lupakan saja ! anggap
saja aku tidak apa-apa. Mungkin aku harus banyak istirahat setelah ini. pulanglah
“ ujar Emir.
“ Emir, aku tau kau marah padaku.
Aku benar-benar minta maaf. Aku pasti sudah salah paham tadi dan....
memukulmu... “
“ kau hampir mematahkan tulangku.
Hanya karena kau peduli pada anak itu, kau hampir membuat aku tak bisa makan
dengan tanganku sendiri. Aku benar-benar kecewa “ ujar Emir dengan suara marah
yang ditahan. Jian terdiam mendengar itu. dia ingin sekali bertanya lebih
banyak, bicara lebih banyak untuk membuat Emir memaafkan dan melupakan
kemarahan. Tapi, dia bahkan tak bisa membuka mulutnya sedikitpun. Dia tak punya
ide apapun untuk dikatakan. Jadi dia hanya membiarkan Emir berjalan menjauh
disepanjang trotoar. Jian bahkan masih terus menatapnya sampai Emir berbelok ke
gangnya.
Jian
pulang kerumah. Segalanya terasa sangat salah hari ini. awalnya dia yang marah
pada Emir, tapi akhirnya justru dia tak bisa marah dan menerima kemarahan Emir.
Dia juga tiba-tiba saja punya ide untuk mendatangi rumah Tesan. dan anak itu
benar-benar tidak tau cara berbicara yang baik dengan orang lain. Kenapa semua
hal menyedihkan selalu datang padanya akhir-akhir ini ? kenapa hidupnya tak
lagi tenang sejak...sejak dia putus dengan Emir ! tidak ! sejak dia mulai
tertarik pada Tesan.
Tesan
merebahkan dirinya diatas tempat tidur. Matanya menerawang ke langit-langit
kamar yang gelap. Disamping tempat tidurnya, paket dari ayahnya masih
tergeletak dimeja tanpa tersentuh. Tesan tak punya keinginan untuk membukanya. Dulu,
waktu dia kecil di sangat menyukai hadiah-hadiah dari ayahnya. Mainan-mainan
baru yang sedang populer dan diimpi-impikan semua anak. Cokelat dan buah-buahan
memenuhi kulkas mereka saat ayahnya datang berkunjung. Dan yang lebih Tesan
sukai, adalah kedatangan ayahnya. Hanya kedatangannya yang membuat Tesan sangat
bahagia. Dan itu belum berubah hingga sekarang. Seberapa buruknya pun komentar
orang tentang ayahnya, tentang ibunya, tentang keluarga mereka. Tesan tetap
mencintai ayahnya seperti dia mencintai ibunya. Tesan tetap mengharapkan
ayahnya suatu hari akan datang dan tinggal bersama dia dan ibunya. Tapi akhir-akhir
ini ayahnya mengecewakannya. Ayahnya hanya mengirim hadiah dan tak pernah
datang kerumah lagi. dia bahkan tidak menjawab panggilan telpon Tesan. ini
benar-benar mengecewakannya. Kadang dia bertanya-tanya apakah ayah dan ibunya
sudah memutuskan untuk benar-benar berpisah ? apa ayahnya sudah tidak
memedulikan mereka lagi ? beberapa kali Tesan memergoki ibunya sedang menangis.
Tapi ibunya selalu berkata kalau semua baik-baik saja. kalau dia menangis
karena teringat Novel sedih yang tadi dibacanya. Dalam hal ini, Tesan hanya
berpura-pura tidak tau. Dia hanya berpura-pura tidak melihat ibunya menangis.
Dia hanya berpura-pura tidak menyadari kalau keadaannya sudah berubah. Entah
sampai kapan dia akan diam. Entah sampai kapan dia hanya akan bicara dengan
hatinya sendiri. Tentang semua kekhawatiran yang menyesaki dadanya.
Emir
Sudah
3 minggu sejak terakhir kali Emir berbicara dengan Jian. Hari itu Tesan
mendapat luka memar diwajahnya karena berkelahi dengan seorang siswa SMA lain. Emosinya
memang belum terkontrol dengan baik sejak ia tau Jian menyukai Tesan. apalagi,
akhir-akhir itu semua orang membicarakan Jian dan Tesan. dan yang paling
membuatnya tidak nyaman adalah Jian yang tetap berkeras membela Tesan meskipun
dia tau dengan baik kalau Tesan tidak pernah menganggapnya ada, dia bahkan
membentaknya didepan semua orang. Beberapa hari sebelumnya, Emir sengaja
mendorong Tesan dari atas Bis ketika Tesan hendak turun didepan halte. Tesan
juga memukulnya didepan semua orang. Harusnya Jian tau kalau itu adalah
peringatan. Harusnya dia sadar kalau Emir tak akan tinggal diam melihat cara
Tesan memperlakukannya.
Entahlah,
pikiran seorang gadis memang sulit dimengerti. Apalagi Jian, dia cenderung
berpikir terburu-buru dan mengambil keputusan tanpa kompromi. Dia hanya
melakukan apa saja yang dia mau. Bukan apa yang terbaik untuknya.
Siang
itu kejadiannya sangat tiba-tiba dan tak terduga. Jian datang sambil bertanya
‘apakah dia berkelahi?’ dan dia menjawab ‘Ya, aku menang’. Sebenarnya saat itu
yang keluar dari mulutnya hanyalah gurauan. dalam hatinya hanya memikirkan
betapa khawatirnya Jian. Dan kata-kata gurauan akan membuktikan kalau dia
baik-baik saja. bahkan dia masih bisa bergurau. Dia ingin wajah khawatir itu
berubah menjadi senyuman manis seperti biasanya. Sayangnya, Jian menangkap
maksud lain dari jawabannya. Bukannya merasa lega kalau Emir baik-baik saja, Jian
justru melayangkan pukulan-pukulan ke lengan dan tubuh Emir. Rasanya sih tidak
seberapa sakit, tapi hatinya lebih sakit dan kecewa karena bukan reaksi ini
yang Emir harapkan. Gadis itu bahkan menyebutkan nama Tesan. dia lebih
mengkhawatirkannya. Sepertinya rumor itu benar, Jian memang sedang menyukai
Tesan. Emir sudah benar-benar dibuang. Dia bukan siapa-siapa lagi dimata Jian. Dia
sekarang ini, mungkin hanya pengganggu yang terus menghalangi Jian untuk
mendapat perhatian Tesan. tapi sebenarnya Emir hanya ingin Jian tau kalau dia
melakukan hal yang sia-sia. Dia bahkan tidak akan bisa berharap sedikitpun pada
anak itu. anak yang sombong dan tak pernah melihat orang lain. Anak itu hanya
hidup didunianya sendiri. Bagaimana bisa Jian berharap akan bisa masuk
kedalamnya ?.
Emir
duduk sendirian didepan meja panjang kantin. Teman-temannya, Jerry dan Sandy
sedang dihukum lari keliling lapangan oleh guru Etika. Mereka berdua sukses
mengacaukan pelajaran dengan perang bola kertas. Akibatnya pelajaran berakhir
lebih cepat dari biasanya karena bu Yana marah-marah dan tidak sabar untuk
menghukum mereka.
Emir
menatap ke sekelilingnya. makanannya sudah habis tapi dia belum melihat Jian
dikantin. Setidaknya dia harus melihatnya dulu sebelum pergi. Dia tidak akan
melewatkan Jian sedikitpun. Hubungannya dengan Jian memang tidak kembali
seperti semula, tapi setidaknya sudah sedikit baik sejak hari itu. Jian
sepertinya merasa bersalah dan sudah mengetahui semuanya. Tentang dengan siapa
Emir berkelahi dan dia meminta maaf pada Emir. Tapi saat Emir bertanya apa Jian
masih memikirkan anak itu, Jian memintanya untuk tidak bertanya tentang
perasaan. Dia ingin hubungannya dengan Emir saat ini hanya sebatas teman saja.
jangan pernah bicarakan tentang perasaan saat mereka bersama-sama, karena itu
hanya akan membuat Jian mundur dari pertemanan mereka. Emir menyanggupinya.
Lagipula dia bisa apa ? Jian toh sudah ada didekatnya lagi, meskipun mereka
hanya teman. Tapi Jian tau apa yang Emir rasakan. Jian tau Emir masih menyimpan
perasaan untuknya. Emir juga berharap kalau Jian tau dia tak akan berhenti
berjuang.
***
Pagi yang dingin dan berkabut. Tesan
memakai almaternya dan berjalan sambil menggosok-gosokkan kedua telapak
tangannya. Beberapa kali dia meniupkan angin hangat dari mulutnya ke tangkupan
telapak tangan. Rasanya lumayan, kehangatan mengalir dari telapak tangannya. Suasana
halte masih sepi ketika Tesan sampai disana. hanya ada beberapa anak perempuan
kelas 1 dan seorang anak lelaki kelas 3. Dari kejauhan nampak beberapa
anak-anak lain juga keluar dari gang dan berjalan menuju halte. Tesan juga
melihat Jian dan Emir dikejauhan. Mereka berjalan berdua. Mengobrol dan tertawa
sambil berjalan berdampingan. Tesan memperhatikan mereka dari halte. Sedikit
perasaan aneh menyelinap dihatinya. Melihat mereka seakrab itu, sepertinya
membuat hati Tesan sedikit terusik. Ada perasaan kesepian menusuk hatinya. Dia
melihat ke sekelilingnya juga, teman-temannya yang lain berdiri dan duduk
berkelompok. Mereka membuka buku pelajaran mereka dan saling menyalin jawaban
PR satu sama lain. Yang lain membicarakan perjalanan mereka Weekend nanti. sedangkan
Tesan hanya berdiri sendirian memandangi jalanan. Tidak ada seorang pun yang
mengajaknya bicara. Dulu dia tidak mempermasalahkan ini. dulu dia baik-baik
saja dan menikmati kesendiriannya. Tapi sekarang dia merasa lain. Dia merasa
seperti kehilangan banyak hal dan jatuh dari ketinggian. Dia sendirian dan
kesepian. Dia tak punya teman untuk diajak berbagi. Tapi kemudian Tesan mengingat
Jason, dan senyuman kecil mengembang dibibirnya. Setidaknya dia masih punya Jason.
Dia tidak benar-benar sendirian karena ada Jason dan ibunya didalam hidupnya.
Dia mengandalkan mereka berdua dalam hidupnya.
Jian
dan Emir semakin mendekat. Tesan bisa mendengar tawa mereka dikejauhan.
Sepertinya mereka membicarakan sesuatu yang lucu dan menyenangkan. dan
pemikiran tentang Jian dan Emir yang membicarakan hal menyenangkan tiba-tiba
membuat Tesan merasa terganggu lagi. dia tidak tau kenapa tapi dia tidak
menyukai itu. dia tidak suka Jian berbicara dengan akrab pada Emir seperti yang
ia lihat sekarang. Bukankah gadis itu menyukainya ? katanya gadis itu menyukai
Tesan kan ? banyak yang berkata begitu. Lalu kenapa dia kelihatan sangat akrab
dengan mantan kekasihnya ? Apa dia hanya main-main ? apa dia bermaksud
mempermainkan Tesan ? Tesan tak punya gambaran apapun tentang itu tapi dia
tetap tidak menyukai keakraban kedua kakak kelasnya itu.
Bis
sekolah tiba, Tesan masuk kedalam bis dan duduk ditempat duduknya yang biasa.
Diurutan paling ujung dibelakang dimana tak ada seorang pun yang berani
mengganggu dia. anak-anak lain juga mengambil posisi masing-masing. Emir dan
Jian duduk berdampingan didekat pintu belakang. Tesan bisa melihat Emir
berusaha membuat Jian duduk dengan nyaman disampingnya. Jian juga tak
henti-hentinya tersenyum dan tertawa saat Emir mengajaknya bicara. Sayangnya,
Tesan tak bisa fokus dan mendengarkan percakapan mereka karena anak-anak yang
lain juga sangat berisik. Jadi Tesan tidak tau mereka sedang membicarakan apa. Sebenarnya
Tesan ingin menyerah dan pura-pura tidak ingin tau apapun seperti biasanya.
Tapi matanya tak bisa lepas dari Jian dan Emir. Meskipun hatinya berkata agar
dia menoleh ketempat lain. Tapi tetap saja dia menatap mereka berdua
lekat-lekat seakan-akan kalau dia menatapnya begitu dia akan tau mereka sedang
membicarakan apa.
“ oy ! lagi lihat apaan ? “ teriak
Jason keras ditelinga Tesan yang tersentak kaget dan memegangi telinganya.
“ dasar orang gila ! kau mau aku
jadi tuli ? “ teriak Tesan marah-marah.
“ Sorry, habisnya kulihat kau serius
sekali. Sampai-sampai berdiri ditengah-tengah koridor begini. Ada apa sih ? “
ujar Jason.
Tesan
terkejut dan melihat ke sekitarnya. Dia sedang berdiri ditengah-tengah koridor
kelas sendirian. Dan yang lebih parah, ini bukan koridor kelasnya. Ini lantai
kelas 3. Ternyata tadi dia mengikuti Jian dan Emir sampai kesini. Dia ingat
tadi dia baru saja melihat Emir dan Jian masuk kelas sebelum Jason membuyarkan
semua yang ada dalam otaknya. Tesan kesal pada dirinya sendiri. Ada apa
dengannya ? kenapa dia sangat terobsesi pada mereka sepagi ini ? aneh sekali.
“ sedang apa kau disini, eh ? “
tanya Jason
“ tidak ada “ jawab Tesan singkat
“ benar tidak ada ? “
“ tidak usah tanya-tanya kalau kau
sendiri sedang berdiri disini ! kau pikir aku gila datang kesini tanpa alasan
?” omel Tesan sambil berjalan menjauh dari tempat itu.
“ yah, aku sih tadi memang ada
urusan disini. Dan aku melihatmu berdiri disana seperti orang bodoh “ ujar
Jason.
“ bisa diam tidak sih ? “ Tesan meledak.
Hari
itu Tesan benar-benar tidak bisa memfokuskan dirinya pada pelajaran. Seharian
yang ada di otaknya hanyalah Jian dan Emir. Bahkan saat istirahat dia sengaja
berlama-lama dikantin agar bisa melihat atau kalo dia beruntung dia bisa
mendengar percakapan mereka. Bisa saja mereka melanjutkan percakapan yang tadi
sempat tertunda karena harus segera masuk ke kelas. Tapi baik Jian maupun Emir
tidak menunjukkan batang hidungnya sama sekali hari itu. membuat perasaannya
semakin marah dan tidak tenang. Hari ini dia sudah membentak Jason setidaknya 7
kali saking kesalnya. Dan Jason sekarang sudah mulai mengurangi kata-katanya.
Dia bahkan tidak berkata apa-apa saat mereka berpisah di pintu gerbang sekolah.
Tesan maklum, sebagai seorang sahabat baik sebenarnya Jason diperlakukan dengan
kurang baik oleh Tesan. Jason memang teman baiknya, tapi dia selalu saja
menjadi pelampiasan kemarahan Tesan. dia selalu saja menjadi tempat Tesan
mencurahkan segala perasaannya. Kadang-kadang
Tesan merasa buruk karena melakukan itu dan Jason selalu menepuk bahu nya saat
dia meminta maaf. Mengatakan kalau dia tidak apa-apa. Dia sangat memaklumi
keadaan Tesan dan tidak keberatan Tesan melampiaskan kemarahannya. Dia memahami
Tesan. dalam hatinya Tesan berjanji akan memperlakukan Jason dengan baik
dikemudian hari saat dia sudah bisa mengendalikan diri. Dia berjanji akan
membayar semuanya untuk persahabatannya. Jika perlu seumur hidup.
Tesan dan anak-anak lain masuk
kedalam bus yang sudah menunggu mereka sejak tadi. Tidak seperti biasanya,
keadaan didalam bus siang itu agak sepi. Anak-anak yang naik tidak sebanyak
biasanya. Kebanyakan juga anak-anak kelas satu. Tesan memandang berkeliling
sebelum duduk. Dia mencari-cari disemua sisi bis dari depan sampai belakang.
Tidak ada tanda-tanda Emir atau pun Jian. Mereka tidak ada disini. Tapi bis nya
sudah akan berangkat. Kemana mereka ? apa mereka tidak naik bis hari ini ? apa
mereka pergi kesuatu tempat berduaan ?
“ bagus juga ya, anak kelas 3 ikut
kelas tambahan. Jadi kita tidak perlu berdesak-desakan “ ujar seorang siswi
yang duduk didepan Tesan.
“ iya, biasanya aku jarang duduk
karena rumahku paling dekat. Tapi mulai hari ini aku bisa duduk “ sahut yang
lain.
Jadi
hari ini anak-anak kelas 3 ikut kelas tambahan. Itulah kenapa bis nya hari ini
sepi dan Emir serta Jian tidak ada didalam bis. Bukan hanya mereka tapi
anak-anak kelas 3 yang lain juga tidak ada didalam bis. Mereka semua tetap
disekolah untuk ikut kelas tambahan karena sebentar lagi mereka akan UN. Bodoh
sekali Tesan berpikiran yang tidak-tidak. Apa otaknya sudah mulai tidak beres
sekarang ? sepanjang hari dia tak bisa berhenti memikirkan sepasang mantan
kekasih yang tidak dia sukai itu. dan sampai sekarang dia masih belum bisa
melepas pikiran apapun tentang mereka. Itu membuatnya marah lagi dan membenci
segalanya yang dia temui. Dia bahkan membenci trotoar yang ia injak-injak
sekarang. Ia membenci atap halte yang warna nya mulai kusam karena matahari. Ia
juga membenci semua yang melihatnya. Ia membenci segala hal didunia ini
termasuk dirinya sendiri. Dia benci menjadi orang yang penuh kebencian dan
cacat emosi. Dia benci menjadi seorang pengecut yang bersembunyi dibalik
emosinya. Dia membenci semua itu.
“ setelah makan, kerjakan PR mu. I
love u “
Pesan
itu terabaikan begitu saja dilayar ponselnya. Bahkan setelah membukanya, Tesan
tak berniat membacanya sama sekali. Dia hanya reflek melakukan itu saat
ponselnya bergetar. Biasanya memang ibunya mengirim sms atau menelponnya di jam
pulang sekolahnya. Sekedar mengingatkan agar Tesan makan atau mengerjakan PR.
Kadang-kadang juga diselingi candaan dan kata-kata sayang dari seorang ibu
kepada anak tunggalnya. Tesan berbaring diatas tempat tidurnya. Masih
berseragam lengkap dan kaus kaki. Pandangannya menerawang ke langit-langit
kamar yang sebenarnya kosong. Untuk pertama kali dalam hidupnya pikirannya
terusik oleh orang lain. Pertama kali dalam hidupnya dia melihat orang lain di
pikirannya. Ada orang lain selain ibu dan ayahnya. ada hal lain yang ia inginkan
selain kedatangan ayahnya. ada hal lain. Ada sesuatu yang merangsek masuk
menghancurkan pertahanannya sedikit demi sedikit. Tanpa ia mengerti sedikitpun
semua ini tentang apa. Yang dia tau sekarang, dia tak bisa melenyapkan
ingatan-ingatan tentang apa yang telah ia lewati dengan Jian dan Emir. Pikirannya
terus berkutat disana. di hal-hal yang pernah terjadi antara mereka. Entah kenapa
dia seperti terjebak disana. dia bahkan bukan hanya mengingat hal yang sudah
terjadi. Tapi dia juga bisa melihat bagaimana hal yang belum terjadi diantara
mereka dalam pikirannya. Terutama dengan Jian. Dia bisa membayangkan pertemuan
yang canggung dengannya. pertemuan yang penuh luapan emosi dengannya. dan
tiba-tiba dia merasa menyesal telah membuat Jian terlihat tidak berharga
didepannya. Bagaimana bisa selama ini dia terlalu kaku, emosian dan sombong
bukan main. Dia masih tidak mengerti. Ada sesuatu yang perih dihatinya. Tapi dia
tidak mengerti itu apa dan kenapa.
“ Tesan, Assalamualaikum “ suara
ibunya diiringi suara klik pintu yang tertutup.
Tesan
terlonjak. Ibunya sudah pulang kerja, artinya hari sudah sore. Tesan bahkan
belum mengganti seragamnya dan berpindah dari tempat tidur sejak pulang
sekolah. Tesan bangun dan berjalan keluar kamarnya. Rambut dan seragamnya berantakan
karena seharian berbaring ditempat tidur. Dia menghampiri ibunya yang sekarang
sedang memindahkan belanjaan dari kantong plastik ke dalam kulkas.
“ mama sudah pulang ?” itu bukan
pertanyaan, dia tau itu.
ibunya
mengangguk tanpa melepaskan pandangannya dari belanjaan dan isi kulkas. Dia menaruh
bungkusan sayura hijau dan tomat lalu menutup kulkas.
“ kenapa rumah ini gelap sekali
waktu mama pulang ? dan... ya ampun Tesan ! kau belum ganti baju ? apa kau juga
baru pulang ?“ tanya ibunya heran melihat tampilan anaknya yang tidak biasanya
di jam segitu. Biasanya Tesan menyambut ibunya pulang kerja dengan pakaian rapi
dan wangi karena sudah mandi.
“ aku ketiduran “ jawab Tesan.
“ kau juga tidak makan ? nasi dan
lauk nya masih utuh ! “ kata ibunya lagi. Tesan tersenyum pada ibunya yang
mulai kecewa karena anak satu-satunya hari ini tidak melakukan tugasnya dengan
baik. dia menghampiri ibunya dan memeluknya. Memeluknya dengan manja dan penuh
kasih sayang.
“ apalagi ini ? “ tanya ibunya
“ jangan marah, aku minta maaf “
jawab Tesan
“ jangan membuat mama khawatir. kau
bisa tidur setelah makan. kenapa tidur begitu saja sampai lupa bangun ? kau
tidak pernah seperti itu selama ini “
“ karena aku jarang sekali seperti
ini, makanya jangan marah “ kata Tesan lagi tanpa melepas pelukannya.
“ mama tidak marah “ kata ibunya.
***
Pagi
itu tampaknya tidak ada hal yang berbeda dengan hari biasanya di halte bis. Semua
anak yang menunggu bis di halte itu juga masih sama saja dengan biasanya. Tidak
ada yang berbeda kecuali sesuatu yang Tesan rasakan. Sesuatu yang aneh
menyelinap lagi kehatinya pagi ini. tidak seperti biasanya dia gelisah karena menunggu
seseorang. Berkali-kali dia melihat jam tangannya dan memastikan masih ada
banyak waktu sampai orang itu muncul. Sebentar lagi bis sekolah mereka akan
sampai dan membawa mereka ke sekolah. tapi, dia belum melihat Jian keluar dari
gangnya. Dia menunggu Jian dengan gelisah dan berharap gadis itu datang sebelum
bis tiba dan sepertinya itu berarti dia tak bisa melihatnya hari ini. (bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar