Selasa, 14 Juni 2016

Cerpen : Loser (Part 1)


Tesan.
Apa seseorang akan menjadi lebih baik setelah dia jatuh cinta ? apa benar yang orang-orang katakan ? kalau cinta bisa merubah segalanya ! apa itu benar ? ada banyak penyataan tentang cinta yang pernah ia dengar dari semua orang. Cinta itu buta, cinta itu rumit, cinta itu anugerah, cinta itu penyatuan dua perasaan dari dua insan yang berbeda, cinta itu segalanya tentang kesedihan dan kebahagiaan, cinta itu ini dan itu dan macam-macam dan seperti itu seterusnya. Tapi hanya satu yang ia pelajari tentang cinta dari orang-orang yang hidup bersamanya selama lebih dari 16 tahun. Bahwa cinta itu kesakitan yang tak terucap. Cinta yang dia kenali tidak buta, tapi dia berpura-pura tidak melihat kesalahan yang terjadi. Cinta yang dia kenali tidak lumpuh, tapi dia berpura-pura tidak merasakan sakitnya tertusuk pisau dikakinya. Cinta yang dia kenali bukan penyatuan perasaan dua insan, tapi hanya ada satu perasaan paling besar yang pernah ia tau. Perasaan yang teramat besar sampai bisa menutupi dan membuatnya berpura-pura kalau dia tidak terluka ! itulah cinta yang dia tau. Itulah cinta yang dia kenali selama ini. betapa bodohnya menjadi orang yang jatuh kedalam perangkap cinta. Terlebih jika harus menumbuhkan cinta itu sendirian sementara ada orang lain bersamanya. Bukankah lebih mudah untuk pergi dan mencari hal lain ? bukankah membosankan membuang-buang waktu untuk hal-hal yang tidak pernah sama sekali menghargai usahanya ? tapi mungkin itulah cinta ! hal yang tak pernah ingin ia sentuh dan ia kenali lebih jauh. Cinta itu terlalu menyakitkan untuk didekati. Ia bahkan tak pernah bermimpi untuk memulainya.
       Nit-nit nit-nit nit-nit nit-nit.....
Satu-satunya hal yang paling ia benci dipagi buta adalah suara jam beker di samping tempat tidurnya. Ia tidak tau bagaimana caranya jam-jam itu bisa kembali kekamarnya dan mengganggunya setiap pukul setengah 6 pagi. Bukankah ia sudah memusnahkan satu jam beker setiap paginya ? yang terakhir kemarin dia sudah membuang yang motif Angry Bird ke kantong sampah tetangga sambil berjalan pergi kesekolah. Tapi pagi ini sudah ada jam yang lain lagi. Sebenarnya ia ingin membanting jam beker plastiknya yang baru ini. tapi dia tak tega melakukannya. Melihat warna kuning cerahnya, ini mungkin milik ibunya. Ia tak akan tega melakukan sesuatu yang melukai hati ibunya. Walaupun ibunya pasti akan tetap memilihnya dari pada jam beker kuning cerah itu. tapi tetap saja, dia tidak bisa melakukannya.
Setelah menekan tombol off pada alarmnya, dia meraih handuk dan pergi keluar kamar. Suasana diluar masih setengah gelap. Matahari masih belum bangun sepenuhnya. Terbukti dari ruang tamu dan kamarnya yang dibiarkan gelap, hanya cahaya redup dan remang-remang yang menyinari ruangan itu melalui ventilasi jendela. Dia menarik semua tirai yang menutupi kaca-kaca jendela ruang tamu dan membuka bingkainya lebar-lebar. Udara dingin masuk menerpa tubuhnya. Sepertinya itu memberi tahunya kalau masih terlalu dingin untuk mandi. Karena dia melemparkan handuknya sembarangan ke sofa dan mulai membuka semua jendela dan pintu-pintu dirumah itu.
       “ Tesan ! kenapa kau membuka semua pintu dan jendela ? ini masih terlalu gelap, nak. Nanti Nyamuk-nyamuk bisa masuk. Kau tau kan nyamuk-nyamuk Aides Agaepti berkeliaran dipagi buta seperti ini ! ” ujar ibunya dari dapur.
       “ Tenang saja ma, tidak akan ada nyamuk yang berani masuk. Aku akan menghadang mereka semua “ jawabnya sambil menghampiri ibunya.
       “ kau pikir nyamuk-nyamuk itu takut padamu ? “ ibunya bertanya tanpa mengalihkan pandangan dari potongan-potongan tipis wortel ditangannya.
       “ tidak juga ! tapi mereka takut dengan ini “ jawabnya mantap. Ibunya mendongak penasaran. Tesan mengacungkan raket nyamuk dan kemudian memeganginya dengan kedua tangan seolah-olah dia adalah atlit Tenis berbakat. Ibunya tak bisa menahan tawa. Dia mengayunkan raketnya disekitar dapur dengan gaya antara pemain tenis dan pemain pedang berbakat. Tas tas tas tas tas tas ! suara-suara letusan kecil dan percikan cahaya putih kuning menebarkan bau terbakar yang menyengat.
       “ sudah hentikan ! kau akan membuatku memasak capcay nyamuk kalau begini “ ujar ibunya
       “ apa itu enak ? “
       “ apa kau mau mencicipinya ? kalau begitu teruskan saja. Mama akan memberimu hadiah kalau kau sanggup menghabiskan sepiring capcay nyamuk pagi ini “ kata ibunya
       “ oh tidak, terima kasih nyonya ! silahkan melanjutkan acara masak yang ditayangkan eksklusif ini. aku akan menjadi juru kamera kalau begitu ! “ Tesan meraih termos kosong dimeja dan mengangkatnya didepan mata kanannya, seolah-olah itu kamera.
       “ ditayangkan dimana ini ? “ tanya ibunya
       “ Tv negara tetangga “ jawabnya
       “ kenapa ? “
       “ karena orang-orang di negeri tetangga tidak mengenali kita. Mereka akan menonton tanpa tau siapa mama “
       “ lalu dinegeri ini ? “
       “ aku lahir dan hidup, bersekolah dan berkeliaran sebagai anak negeri ini. lebih dari seratus pasang mata pernah melihatku tinggal disini. Mereka yang tau siapa aku, siapa ayahku, siapa kita, aku tidak suka dengan cara orang-orang melihat kita “ ujarnya tanpa sadar menurunkan termosnya terlalu keras dan hampir menjatuhkannya.
Tapi termos itu tidak penting lagi sekarang. Karena ibunya telah melepaskan pisaunya dan sedang memeluknya sekarang. Tesan tau, dia sudah sangat keterlaluan sepagi ini sampai dia harus menerima tepukan dipunggungnya. Ia tau harusnya ia tak terhanyut dalam leluconnya sendiri. Harusnya ia tidak mengatakan hal-hal sensitif seperti ini. karena sekarang ibunya mulai menangis dibelakang telinganya.
       “ jangan menyakiti dirimu sendiri ! jangan memikirkan hal-hal yang dapat menyakiti hatimu sendiri. Kau seorang lelaki. Suatu hari nanti kau akan dewasa. Kau bisa belajar dan memahami segalanya dari hidup yang kita alami. Ambil hikmah dari semua ini. jangan jadi pendendam. Lelaki sejati tidak menyimpan dendam “ bisik ibunya sambil tetap memeluknya erat. Ia mengangguk dengan berat hati. Tidak tau apakah ibunya bisa melihatnya tapi dia hanya mengangguk tanpa mengatakan apapun.
       “ mama ! “ katanya kemudian
       “ ya, sayang ! ” ibunya melepas pelukannya
       “ jangan mengusap mata dengan tanganmu “ ujar Tesan
       “ kenapa ? “
       “ tangan mama bau bawang “
       “ ahh.. “ Tesan memang benar, tapi ibunya tetap tak bisa tahan untuk tidak tertawa.
Dengan jari-jarinya Tesan mengusap wajah ibunya. Menghapus air mata yang membasahi wajah tuanya. Sebenarnya ia lebih suka wajah itu tanpa air mata. karena wajah itu selalu dihiasi senyuman menawan sepanjang waktu seumur hidupnya. Jadi air mata setetespun tak pantas mengalir diwajahnya. Sekalipun Tesan sendiri lah yang membuat air mata itu menetes kali ini. kesalahannya ! kesedihannya dan ketidaktahuannya tentang mengungkapkan kata-kata yang membuat ibunya menangis.
       Setengah 7 pag, makanan sarapan menunggu Tesan dimeja makan. ibunya mengaduk susu digelas dan meletakan disalah satu sisi meja. Tesan keluar dari kamarnya, menenteng tas sekolahnya dibahu. Jaket dan sepatu di masing-masing tangannya. Kemudian duduk disisi meja yang ada susunya.
       “ sarapan ! makan nasi dan habiskan susumu ! “ kata ibunya sambil menyendok nasi kedalam piring didepannya.
       “ oke ! “
Selesai makan Tesan mencium ibunya dan bergegas pergi kejalan raya untuk menunggu bis sekolah. sebentar lagi jam 7, waktunya bisa tepat kalau dia berlari dari dalam gang ini kejalan raya. Jadi dia setengah berlari menuju jalan raya dan mendapati segerombolan anak SMA satu sekolahnya yang tinggal didaerah itu sedang menunggu di halte bis. Ia segera bergabung dengan mereka. Hal yang dulu sangat sulit dilakukan. Sebenarnya Ia tidak pernah suka bergabung dalam gerombolan anak-anak seperti ini. apalagi, anak-anak dilingkungan sekitar rumahnya. Dia tidak nyaman berada disekitar orang-orang yang mengetahui latar belakangnya. Kalau dia bisa mengubah wajah sesuka hatinya, ia akan melakukannya. Ia akan memakai wajah siapa saja asal jangan wajahnya sendiri. Tapi sekarang sepertinya tidak apa-apa, karena semua anak mengabaikannya.
       “ Tesan ! “ seorang gadis menyebut namanya dan melambai padanya diantara anak-anak lain diujung gerombolan. Tesan buru-buru melihat ke arah lain. Gadis itu jelas melambai padanya dan menyebut namanya, tapi Tesan pura-pura dia tidak mendengar dan melihat apapun. Keinginannya untuk tidak terlihat oleh siapapun dipatahkan oleh gadis itu. dari sekian banyak orang yang mengabaikannya, gadis itu satu-satunya yang menganggap dia kasat mata. dan dia tidak menyukai itu. dia lebih suka mereka mengabaikannya. Dia tidak suka banyak bicara dengan orang-orang disekitar rumahnya. Orang-orang yang mengetahui latar belakang keluarganya.
       “ dia memanggilmu lagi, kakak itu ? “ tanya Jason, teman sebangkunya saat dia menceritakan kekesalannya.
Jason, adalah pengecualian diantara anak-anak lain disekolah atau bahkan diseluruh tempat dimana orang-orang mengenalnya. Dia tidak pernah bertanya seperti apa keluarganya, meskipun ia yakin Jason mengetahui semuanya dari orang lain. Tapi dia lega, Jason tidak pernah menanyakan apa-apa tentang keluarganya. Ia hanya sibuk menjadi sahabatnya, teman sebangkunya, teman membagi segalanya. Mereka sudah berteman sejak sama-sama menjadi murid baru disekolah. Kepribadian Tesan yang menutup diri dari siapapun membuatnya tidak memiliki teman sebangku dihari pertama sekolah dan Jason yang ketinggalan bis sehingga datang terlambat, tak ada pilihan lain selain duduk disebelah anak lelaki pendiam dan paling tidak menunjukkan kepeduliannya. Meskipun mereka melalui jam-jam kelas yang sulit karena tidak saling bicara selama beberapa minggu sekolah. Toh, akhirnya saat itu datang juga. Jason memang bukan anak yang ingin tau seperti anak lainya. Dia hanya memandang sesuatu seperti apa yang ada didepan matanya tanpa ingin tau lebih lanjut apa yang terjadi. Ia lebih suka menggambari bukunya daripada mencari tau arti kata “ Experience is the best Teacher “ yang tertulis disampul bukunya. Ia lebih suka bermain basket ketimbang mengetahui berapa meter luas sebuah lapangan basket. Dan ia lebih suka Tesan menjadi temannya, tertawa bersamanya dan membagi jawaban soal ujian dengannya daripada mengetahui lebih lanjut seperti apa keluarga Tesan sebenarnya. Dan Tesan menyukai cara berfikirnya. Sikap tidak mau taunya membuat Tesan tidak menarik diri secara alami terhadapnya. Dan begitulah mereka bisa menjadi teman baik selama setahun lebih.
       “ jadi dia memanggilmu lagi, kakak itu ? “ tanya Jason
       “ dia bahkan melambai-lambaikan tangannya padaku “ ujar Tesan kesal
       “ itu karena dia mengenalmu “
       “ tapi aku tidak ingin dia mengenalku “ kata Tesan
       “ dia tinggal dilingkungan yang sama denganmu “
       “ apa aku pindah saja ? “ tanya Tesan. Jason mengangkat bahunya.
       “ mungkin kau harus pindah ke tempat yang jauh “ kata Jason kemudian
       “ kemana ? “
       “ mars ! “
       “ mars ? “
       “ kudengar dari Tv telah ditemukan tanda-tanda kehidupan yang mirip bumi di mars, mungkin kau bisa tinggal disana sementara atau pun semaumu. Kau bisa mendirikan negerimu sendiri. “ ujar Jason
       “ Hei, apa artinya negeri kalau aku hanya sendirian disana ? “ tanya Tesan
       “ siapa bilang kau sendirian ? “
       “ kau akan ikut ? “ tanya Tesan lagi
       “ aku ? hei.. tentu saja aku tidak ikut. Aku masih banyak urusan disini dan lagipula tidak ada kakak kelas yang mengincarku, jadi aku aman-aman saja disini. Kau pergilah, hati-hati dijalan. Sampaikan salamku pada Alien pertama yang kau temui “
       “ Alien ? “
       “ benar ! “
Tesan tidak paham dengan pasti seperti apa Alien itu. yang dia tau hanyalah Alien adalah makhluk penghuni luar angkasa yang wajahnya mirip belalang dengan mulut tipis. Berwarna hijau dan sangat kurus. Dan mengendarai piring terbang yang disebut UFO. Ia tidak tau dengan pasti seperti apa sifat Alien-alien itu. yang jelas baginya, pemikiran pindah ke mars bukan sesuatu yang pantas untuk dipikirkan. Meskipun ada kemungkinan kehidupan yang lebih baik jika bergaul dengan makhluk-makhluk luar angkasa itu. tapi dia tau dia tidak akan pernah menemukan jalan untuk bisa kesana. Itu sungguh mustahil. Jadi sepanjang jam-jam sekolah hari itu dia memutuskan untuk tidak memikirkan pkanet Mars. Sementara jason terus menggumamkan kemungkinan-kemungkinan bahwa gadis itu akan menunggunya di gerbang sekolah.
Jason benar ! entah kenapa setelah dia selalu menghindarinya, gadis itu tampak lebih mencolok daripada yang lain bagi Tesan. Dia berdiri disana sendirian. diluar pagar sekolah sambil memegangi Almamaternya. Disekitarnya, anak-anak lain bergerombol keluar dari gerbang. Ada yang langsung berjalan kaki, ada yang mengendarai sepeda motor, ada yang langsung lari-lari kedalam bis sekolah, dan ada yang masih berdiri disana bersama yang lain menunggu bis jurusan tempat tinggalnya sampai.
       “ bis mu belum datang, aku duluan ya “ ujar Jason
       “ ok ! hati-hati “
Tesan berjalan ke arah berlawanan dengan tempat gadis itu berdiri. Ia mencari tempat yang lebih sepi dan menyendiri. Sebisa mungkin Tesan tidak menoleh ke arah gadis itu. dia bahkan berharap gadis itu tidak menyadari dia ada disana.
Gadis itu, yang Tesan tau namanya Jian. Setahun lebih tua dari Tesan. Disekolah ini, Jian kakak kelas Tesan. Dia tinggal di gang lain ditempat Tesan tinggal. Setiap hari selama setahun terakhir, mereka selalu bertemu dalam satu bis sekolah. Jian sama seperti anak-anak lain. Dia juga suka mengobrol berkelompok dan kadang-kadang tertawa bersama mereka. Tesan bahkan tak pernah menganggap dia ada, sama seperti dia menganggap anak-anak lain. Dia hanya masuk, duduk dan keluar dari bis tanpa mengobrol dengan siapapun kecuali menanggapi sedikit-sedikit kalau ada yang mengajaknya bicara.
Hari itu, sama seperti hari yang lain. Tesan masuk kedalam bis saat pulang sekolah dan duduk diujung kursi belakang sambil memejamkan matanya, pura-pura tidur agar tidak perlu ngobrol dengan siapapun. Tapi sepertinya suasana sejuk didalam bis membuatnya benar-benar mengantuk. Tesan tertidur beberapa saat dan ketika bangun, dia mendapati kepalanya terkulai dibahu seorang gadis. Jian ! gadis itu tersenyum padanya ketika dia bangun dan menyadarinya.
       “ kau sudah bangun ? untunglah ! sebenarnya kita hampir sampai dan aku takut membangunkanmu, tidurmu nyenyak sekali “ ujar gadis itu.
Hahh ! Tesan tidak tau harus berkata apa. Satu hal yang ia sadari, wajah dan telinganya pasti merah padam sekarang ini. dia tidak pernah bicara dengan siapapun disini, dia bahkan tidak mengenal gadis ini. tapi siang ini dia malah menyandarkan kepalanya di bahu gadis itu sambil tidur nyenyak. Itu memalukan !
       “ ma-maaf ! “ ujar Tesan gugup.
       “ tak masalah !” jawab gadis itu sambil tersenyum. Kelihatannya dia memang tidak masalah kalau ada orang paling tidak peduli menyandarkan kepala dibahunya. Entah dia memang bukan pemarah, entah dia memang seperti itu (membiarkan siapa saja bersandar dibahunya), entah karena dia kasihan pada Tesan yang selama ini sendirian. Tesan memutuskan untuk tidak memikirkan hal yang macam-macam.
       “ namamu Tesan, kan ? “ tanya gadis itu. Tesan mengangguk tanpa menjawab atau pun tersenyum. Secepat mungkin dia ingin segera sampai dihalte dan pulang kerumahnya agar bisa menghindari gadis ini. sebaik apapun dia, gadis itu tetap saja orang yang mengenalnya. Dia bahkan tau namanya, dia pasti juga tau segalanya tentang Tesan. Tentang ayahnya, tentang ibunya, dan latar belakang keluarga kecilnya. Jadi begitu bis berhenti, Tesan langsung melarikan diri ke pintu keluar. Setelah hari itu, Tesan merasa dia benar-benar perlu memakai topeng dan semacamnya karena dia tampaknya tak lagi tak kasat mata. ada Jian yang setiap hari memanggil namanya dengan akrab. Melambaikan tangan padanya dan terus-terusan mengajaknya bicara dalam beberapa kesempatan. Dan itu membuatnya tidak nyaman.
       Tesan berjalan cepat ketika bis sekolah jurusan tempat tinggalnya berhenti tak jauh dari tempatnya duduk. Seperti biasa, dia memilih tempat duduk yang disudut. Anak-anak lain berebutan masuk kedalam bis dan mencari tempat duduk masing-masing. Anak-anak yang tidak mendapat tempat duduk terpaksa berdiri. Tesan tidak terlalu memperhatikan itu. yang dia tau dia hanya harus duduk diam dan sampai dirumah secepatnya. Dia tidak peduli tentang apapun. Dia hanya harus sampai dirumah, menelpon ibunya kalau dia sudah pulang dan makan siang. Itu saja !
       “ kau sudah makan siang ? “ tanya ibunya ditelpon
       “ aku baru saja mau mengatakannya, aku sudah makan siang “ jawabnya
       “ baiklah, ibu pulang seperti biasanya. Kerjakan PR mu “
       “ hmm baiklah “
Menjadi anak rumahan. Sebenarnya itu bukan keinginan Tesan. ia bukan tipe anak yang betah tinggal seharian dirumah dan mengerjakan PR. Ia lebih suka keluar rumah untuk melihat-lihat kehidupan. Tapi sejak kecil, ia lebih suka dirumah saja dan tidak kemana-mana kecuali ke supermarket atau apotik. Ia tidak ingin menunjukkan diri ditengah-tengah orang-orang yang mengenalinya. Orang-orang yang tau siapa dia. yaa ! kehidupan memang tak selalu semanis yang diharapkan. Tapi kenyataan menendangnya dan memaksa dia hidup dalam takdir yang seperti ini. sudah lama sekali Tesan tak mendengar orang-orang membicarakan ia dan ibunya. Tapi ingatannya tentang pendapat orang-orang mengenai mereka masih sangat jelas dipikiran Tesan. dan ia masih terus menghindari topik itu selama bertahun-tahun. Rumor bahwa Tesan dan ibunya adalah istri dan anak simpanan sepertinya sekarang memang sudah mereda, tapi Tesan tetap tidak bisa melupakan ketika teman-teman dan tetangganya menanyakan kebenaran kabar itu. itu bukan hal yang perlu untuk dibahas. Kehidupannya dan kehidupan orang-orang bagaikan minyak dalam air sejak saat itu. bagaimanapun juga Tesan belum memaafkan kata-kata mereka. Karena itulah dia terus menghindari bicara dengan orang-orang. Dan sejak dia menghindari semua orang, tak ada seorang pun yang berani bicara dengannya juga. bicara dalam arti mengobrolkan banyak hal omong kosong dan segalanya seperti teman. Tesan tak punya teman dekat sama sekali sampai SMA. Sampai dia bertemu Jason dan percaya padanya. Baginya, Jason adalah harta karun yang selama ini tak ia cari tapi akhirnya ia temukan dan rasanya seperti ia telah mencari-carinya bertahun-tahun. Ia sangat gembira memiliki teman. Tepatnya teman yang ia inginkan.
       Dan beberapa hari ini ada seseorang yang sedang mencoba mendobrak masuk dalam kehidupannya. Untungnya pertahanan Tesan masih kuat dan dingin seperti dulu. kepribadiannya masih seperti dinding tebal Es dikutub. Ia tidak akan mudah mencair. Sekalipun untuk gadis seramah itu, Tesan tidak akan pernah membiarkannya masuk ke dalam hidupnya. Orang seperti itu, Tesan berpikir dia bisa saja ramah dan perhatian pada semua orang. Dia bisa saja membicarakan apa saja dengan semua orang. Dia bisa membahas apa saja dengan semua orang. Dia pasti punya kebiasaan mempelajari hidup orang lain dan menaklukannya. Seperti dia mempelajari hidup Tesan sekarang, dia pasti ingin mencari tau lebih banyak tentang kehidupan Tesan yang memisahkan diri sepeti minyak dalam air.
       “ Tesan, hei.. “ itu dia, gadis itu melambaikan tangan lagi pada Tesan pagi itu. Tesan yang baru sampai di halte bis menyesal dan ingin rasanya kembali kedalam gang. Tapi sebentar lagi bis datang. Kalau dia kembali pasti dia akan ketinggalan bis dan harus menunggu angkot. Dia bisa terlambat ke sekolah. jadi Tesan hanya menatap gadis itu sebentar, menganggukan kepalanya sedikit lalu berpaling ke arah lain. Dia berharap gadis itu tau kalau dia tidak ingin diganggu. Dan gadis itu tidak perlu mengganggunya lebih lanjut. Tapi dia salah, semua harapannya jelas saja sia-sia. Gadis sudah berdiri disampingnya sekarang. Bahkan Tesan bisa mencium bau shampo nya. Aroma manis yang tak bisa Tesan jelaskan. Jantungnya tiba-tiba saja berdetak sangat cepat. Entah karena ia mulai kesal dan marah atau dia hanya gugup.
       “ Tesan, aku sudah menunggumu dari tadi “ ujar Jian. Seharusnya gadis itu tak perlu melakukannya, dia hanya membuat Tesan kesulitan bernafas dan berfikir. Tesan hanya diam memandang ke arah lain seolah dia tidak mendengar apapun. Dia mencoba mengatur nafasnya dan membuang jauh rasa ingin membanting dan menginjak-injak sesuatu. Ia sangat marah sekarang. Gadis itu bertindak terlalu jauh, ia telah berani menunggunya. Ia berani menunggu untuk masuk kedalam hidupnya. Apa dia tidak benar-benar mempelajari hidup Tesan selama ini ? tidak ada yang boleh menunggu Tesan kecuali Jason, ibunya dan pihak sekolah. orang-orang seperti Jian yang hanya ingin tau dan pergi setelah tau segalanya tidak seharusnya berani menunggunya.
       “ Tesan, aku bicara denganmu. kau tidak mendengarku ? “ ujar Jian lagi saat Tesan tak menoleh ke arahnya.
       “ Tesan, hei.. “ gadis itu memanggilnya lagi sambil menepuk bahunya. Ia benar-benar berharap Tesan akan menoleh. Tapi dia tidak tau kalau dia melewati batas. Baginya mungkin ini hal wajar tapi bagi Tesan ini keterlaluan.
       “ APA ?? JANGAN MENGGANGGUKU ! PERGI DAN TINGGALKAN AKU SENDIRI !! “ bentak Tesan pada Jian. Dia sangat kesal sampai sesak nafas sekarang. Anak-anak lain memandangi mereka dengan tatapan ingin tau dan sok tau yang Tesan benci. Mereka saling berbisik-bisik dan menunjuk-nunjuk ke arah Tesan. Jian sendiri kelihatan sangat shock dan sedih.
       “ apa salahku ? aku hanya ingin menawarimu kue. Kalau kau tidak mau aku juga tidak akan memaksa. Tidak perlu membentakku seperti itu “ ujar Jian dengan suara gemetar dan air mata menggenang di matanya. Tesan tidak memedulikannya. Ia bahkan tak melihat kearahnya lagi karena bis sudah datang dan Tesan cepat-cepat melompat masuk kedalam bis. Anak-anak lain masih menatapnya dan berbisik-bisik disekitarnya. Tesan tidak peduli tentang itu. dia sudah biasa mendengar dan menangkap basah orang-orang yang diam-diam membicarakannya.
       “ jadi kau membentaknya ? kau gila ! “ komentar Jason. Tesan baru saja menceritakan kekesalannya pada Jason.
       “ memang ! kau sudah tau aku gila. Hanya kau yang berteman denganku tapi bukan berarti kau tidak tau kalau aku gila kan ? “ tiba-tiba Tesan jadi kesal lagi.
       “ Ok ! Sorry bro, aku tau perasaanmu. Aku mengerti. Kau pasti sangat marah karena dia berani mendekatimu. Tapi mungkin saja dia tidak bermaksud membuatmu marah. Ya ! itu sudah pasti. Dia tidak tau kalau kau akan marah “ ujar Jason
       “ kenapa dia tidak tau ? dia sudah mengenalku. Dia juga tau namaku. dan semua orang pastinya tau kalau aku tak ingin diganggu. “ jawab Tesan panas
       “ benar. Itu benar kawan, kau benar. Dia memang tau namamu dan mengenalmu tapi.... “ Jason hampir saja mengatakan kalau Jian bukan Jason atau ibunya Tesan yang mengerti bagaimana harus memperlakukan Tesan. tapi sepertinya itu hanya akan membuat Tesan makin marah jadi dia tidak mengatakannya.
       “ tapi apa ? “ tuntut Tesan
       “ hei ayolah Tesan. dia tidak terlalu bersalah. Hanya bersemangat menurutku. Santai saja kawan. Aku yakin setelah ini dia tidak akan menganggumu lagi. Percayalah ! “ kata Jason sambil menepuk punggung Tesan. Tesan mendesah, perasaannya sudah sdikit lebih baik sekarang. Ia jadi merasa bersalah pada Jason.
       “ maafkan aku ya Jas, kau harus punya teman seperti aku. ini pasti sulit juga bagimu. Tapi kau tau aku hanya percaya padamu disini. Terima kasih sudah mendengarkan aku, sudah menjadi temanku “ kata Tesan
       “ tidak masalah ! kau bisa cerita samuanya padaku. Aku tidak keberatan. Kau kan tau, kualitas otakku tidak bisa menampung banyak hal. jadi beberapa cerita akan mengabur dengan sendirinya dan meninggalkan ruang kosong yang lain. Kau punya banyak tempat untuk menceritakan segalanya seumur hidupmu “ ujar Jason sambil tersenyum
       “ thanks Jason ! “ Tesan tersenyum.
Pelajaran pertama dan kedua hari itu sukses membuat Tesan dan Jason banyak menggambar dan tertawa diam-diam dibalik buku biologi mereka. Kebiasaan Jason menggambari buku-bukunya benar-benar sudah mendarah daging. Bahkan sekarang menular pada Tesan. selama pelajaran berlangsung mereka berlomba menggambar motor dan pembalap favorite mereka, sementara pak Aryo mendikte kan pembahasan materi mereka hari itu.
       “ Bravo ! yeahh ! aku yang menang “ kata Jason mengacungkan tinju diudara saat jam istirahat tiba.
       “ nih, ambil nih.. anggap aja souvenir !” Tesan melemparkan kertas bergambarnya yang belum selesai ke arah Jason. Lalu dia pergi keluar kelas.
       “ San.. mau kemana ?”
       “ kantin ! “ jawab Tesan singkat. Mendengar itu Jason segera berlari kearah Tesan dan menubruknya dari belakang dengan satu rangkulan.
       “ makan apa kita bro ? “ tanya Jason
       “ sendal jepit goreng !” jawab Tesan
       “ Ban mobil bakar ! “ sambung Jason
       “ Kaus kaki tumis! “ kata Tesan lagi
       “ itu menjijikkan ! “ ujar Jason. Tesan tertawa. Mereka berjalan sambil berangkulan sampai ke kantin. Tertawa bersama-sama dan mengatakan omong kosong yang tak ada habisnya. Seakan hidup mereka diciptakan hanya untuk melakukan itu.
       Pulang sekolah, Tesan dan Jason berjalan bersama menuju gerbang sekolah. bis yang akan membawa mereka pulang sudah menunggu sejak tadi. Tesan dan Jason bergabung dalam rombongan anak-anak yang bergerombol keluar dari gerbang bersamaan.
       “ Ohh itu Jian, dia sudah sampai di Bis “ kata seorang siswi didepan Tesan
       “ Benar. Dia pasti berjalan duluan tadi “ sambut siswi lainnya
       “ aku tidak pernah melihatnya sesedih itu, hari ini dia kelihatan kacau” ujar siswi pertama
       “ yaa, sepertinya perasaannya bertepuk sebelah tangan. Apa yang bisa dia lakukan ?” jawab siswi kedua
       “ pastilah hanya menangis “
       “ Jian yang malang. Dia menyukai orang yang salah “
Tesan melirik Jason, ingin tau apakah Jason mendengarkan juga. Tapi jason meninju lengannya dan lari ke arah bis nya sambil tertawa dan berteriak.
       “ Aku duluan yaa ! “
Tesan masuk kedalam bis dan duduk ditempat yang biasanya. Tidak ada yang duduk dikursi itu setiap hari kecuali Tesan. entah bagaimana kursi itu selalu kosong dan tersisa untuk Tesan. sepertinya tidak ada anak yang mau duduk disana. mereka rela berdiri berhimpitan daripada harus duduk dikursi belakang paling ujung itu. Tesan duduk, memeluk Almamaternya dan menyandarkan kepala ke dinding bis. Pikirannya berkecamuk dan penuh dengan pertanyaan. Tadi pagi dia membentak Jian didepan semua orang. Saat ini Jian sedang sedih. Dia bertanya-tanya apakah Jian sedih karena dia ? siapakah yang Jian sukai itu ? apa itu dia ? apa Tesan ? bukankah pikirannya ini berlebihan ? kenapa dia bisa berpikiran seperti ini ? bukankah ada banyak pria didunia ini yang bisa Jian sukai. Kenapa Tesan harus merasa kalau dialah pria itu ? padahal dia tidak pernah menganggap siapapun termasuk Jian dalam hidupnya. Bagaimana mungkin dia berpikir untuk disukai seorang wanita ?

Tesan turun dari bis dengan pikiran tak terarah. Tubuh dan pikirannya berpisah sementara waktu entah kemana. Seseorang membuatnya jatuh dari pintu bis ke aspal panas didepan halte. Tesan mengerang. Keningnya membentur aspal kasar dan berdebu. Kedua telapak tangannya juga terasa perih dan panas. Tas nya robek tersangkut pintu dan bukunya berhamburan. Tesan berdiri pelan-pelan. Darah mengalir dari dahi kepipinya. Semua anak menatapnya saat itu. mereka hanya berdiri bengong menyaksikan tanpa berusaha membantunya berdiri atau apapun. Tesan mencari-cari anak yang dibelakangnya tadi. Seorang siswa kelas 3 yang tinggal di dua gang dari gangnya. Anak itu berdiri tak jauh dari tempat Tesan jatuh. Menatap Tesan dengan wajah geli dan puas. Matanya yang sipit dan tajam menusuk Tesan dan membuatnya hilang kesabaran. Tesan menghampirinya, menarik kerah bajunya dan meninju wajahnya. Anak itu tersungkur ke aspal. Semua orang menjerit ketakutan. Beberapa anak menghampiri Tesan dan memegangi tangannya. Dan beberapa yang lain membantu siswa itu berdiri. Tesan meludah marah. Bahkan dalam kesakitan, anak itu masih bisa tersenyum. Dengan mata yang tajam, senyuman itu terlihat seperti senyuman seorang Psiko. Tapi Tesan tidak takut sama sekali. Kemarahannya sudah tersulut dan berkobar. Sudah terlambat untuk memadamkan kemarahannya. Yang perlu dilakukan sekarang, adalah penyelesaian. Tesan mengibaskan lengannya, tapi orang-orang yang memeganginya terlalu kuat. Tesan menjerit minta dilepaskan. Tapi mereka tak mau melepaskannya dan menahannya sampai anak itu pergi meninggalkan kerumunan dan masuk kedalam gang. (Bersambung)
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar