Selasa, 14 Juni 2016

Cerpen : Loser (Part 2)



.......Tesan mengibaskan lengannya, tapi orang-orang yang memeganginya terlalu kuat. Tesan menjerit minta dilepaskan. Tapi mereka tak mau melepaskannya dan menahannya sampai anak itu pergi meninggalkan kerumunan

Tesan memeluk buku-buku dan tasnya sambil berjalan terseok-seok menuju rumah. Almamaternya tersampir dibahu. Kotor dan bernoda darah. Keringat mengalir diwajah dan tubuhnya yang perih dan sakit. Ia tidak bisa berhenti memikirkan kejadian dihalte tadi. Bagaimana ia didorong jatuh dan diremehkan didepan semua orang. Mata itu, mata tajam itu tak akan pernah ia lupakan. Tatapan mengancam dan menusuk itu takkan pernah hilang dari ingatannya. Entah apa yang dipikirkan siswa kelas 3 itu. tapi Tesan merasa dia punya masalah pribadi dengan siswa itu mulai hari ini. ia akan mencari tau jika memang harus. Ia akan bertanya kalo memang itu perlu dilakukan.
       Tesan masuk kerumahnya yang kosong dan sepi. Ibunya pasti belum pulang kerja. Tesan langsung pergi mandi setelah mengunci pintu. Lalu dia mengobati luka-lukanya. Perih dan sakit, tapi tidak sesakit perasaannya. Tidak sesakit kemarahannya. Ia mengambil ponselnya dikamar dan berpikir untuk menelpon ibunya. Itu sudah menjadi kebiasaannya. Ia sendirian dirumah ini dan ibunya satu-satunya orang yang bisa dan selalu ingin diajaknya bicara. Tesan masuk kekamarnya dan meraih tas diatas tempat tidur. Sesuatu yang asing mengalihkan perhatiannya dari meja disamping tempat tidur. Tesan menoleh mejanya. Disamping jam beker kuning ibunya, sebuah bungkusan kertas jagung teronggok disana diatas sebuah kotak. Tesan penasaran, benda apa itu ? kenapa ada dikamarnya ? seingatnya dia tidak punya benda bungkusan dan kotak seperti ini. dan dia tidak sedang menunggu paket dari siapapun. Lalu apa itu ? Tesan meraih bungkusan itu dan membaca tulisan diujung kanannya.
untuk Tesan. dari Papa!”
Papa ? jadi paket ini dari ayahnya. Tesan mengambil kotak dibawahnya dan tulisannya sama. Kotak itu juga dari ayahnya. Tiba-tiba hatinya mendidih lagi. Perasaannya jadi sakit lagi. Kenapa ayahnya terus-terusan mengirimkan barang-barang untuknya ? kenapa ayahnya selalu memberinya hadiah tanpa alasan ? daripada hadiah-hadiah yang dia kirimkan, Tesan lebih senang kalau ayahnya lah yang datang. Dia tidak butuh hadiah. Dia butuh ayahnya. Dia ingin ayahnya yang datang.
Dan sejak itu kemarahan demi kemarahan yang lain menyusul setiap harinya. siswa kelas 3 itu bahkan berani duduk dikursi yang biasa diduduki Tesan di bis. Dia juga terang-terangan mengatakan pada teman-temannya kalau orang yang biasa duduk dikursi itu adalah orang yang tak punya hati karena membiarkan orang lain berdiri sementara orang itu enak-enakan duduk. Tesan geram dan kesal karena tingkahnya. Dia meneriaki hampir semua orang yang tak sengaja menyenggolnya atau membuatnya kesal. Membuat mereka semakin memandangnya dengan tatapan mencela kemanapun dia pergi. Bahkan Jason juga terkena semburan panas bentakannya pagi itu ketika dia bercanda dan meninju Jason dari belakang.

       “ Hei.. aku tidak ingin menanyakan hal seperti ini padamu tapi... apa kau sedang PMS ? kau mengerikan, tau? “ ujar Jason dikantin pada jam istirahat. Tesan tak menjawabnya. Dia malah menyuapkan mi goreng banyak-banyak kemulutnya.
       “ dan itu kepalamu, apa luka itu yang membuatmu sangat pemarah hari ini ? “ tanya Jason lagi sambil menunjuk dahi Tesan yang berplaster. Tesan menelan gumpalan mi dimulutnya dan meneguk air langsung dari botol.
       “ sejak kapan kau ingin tau tentang aku ?” tanya Tesan pada Jason. Mata Jason melebar mendengar ini. mungkin dia juga baru menyadari kalau dia kedengaran seperti sedang menginterogasi maling.
       “ bukan itu maksudku. Aku hanya.... kau sedikit aneh hari ini. ada hal yang tidak kau ceritakan padaku. Aku tidak ingin tau apa-apa darimu tapi.. orang-orang berbicara tentangmu sepanjang waktu hari ini. bagaimana mungkin aku tak ingin tau, sedangkan kau sahabatku ” ujar Jason
       “ tanyakan saja pada mereka “ jawab Tesan singkat.
       “ yang benar saja. aku tidak perlu bertanya ke mereka. Semua orang sudah membicarakan ini setiap kali aku lewat. Kau memukul seorang anak kelas 3 ? mantan kekasih Kak Jian. Jadi itu benar ? “ ujar Jason.
       “ apa katamu ? “ Tesan tersentak
       “ kau berkelahi....”
       “ kekasih Kak Jian ? “ tanya Tesan
       “ mantan ! “ ralat Jason
       “ apa-apaan itu ? apa karena itu dia mencelakaiku ? hahh ? apa dia sedang cemburu padaku ?“ Tesan melontarkan pertanyaan-pertanyaan pada udara kosong didepannya. Jason hanya bengong melihat Tesan memarahi udara diatas meja.
       “ untuk apa dia cemburu padamu ? “ tanya Jason kemudian. Tesan berhenti mengomel, lalu menoleh ke arah Jason. Ia memperhatikan ekspresi ingin tau Jason yang tidak biasa.
       “ Ahh.... ya ya “ ujar Jason kemudian. “ dia mungkin masih mencintai Jian, tapi Jian menyukaimu “ lanjutnya
       “ kau sudah banyak berubah, Jason. Sekarang kau bukan hanya ingin tau. Tapi juga sok tau. Apa sekarang kita harus berhenti berteman ? “ ujar Tesan. Jason bengong sesaat.
       “ ahh itu tidak benar. Kau juga sudah banyak berubah. Lihatlah dirimu ! sekarang semua orang membicarakanmu. Kau bahkan memukul kakak kelas. “ jawab Jason
       “ yah ! kurasa begitu “
Setelah menghabiskan makanan mereka. Jason dan Tesan berjalan kembali menuju ke kelas. Seperti yang Jason katakan, ketika mereka lewat hampir semua orang memandangi Tesan dengan rasa ingin tau dan berbisik-bisik. Tesan yang sudah terbiasa dengan hal itu, santai saja melewati mereka semua yang tak pernah dianggapnya. Apalagi dengan jason berjalan disampingnya seperti ini. dia lebih percaya diri. dia tidak akan kehilangan kekuatan apapun hanya karena mereka berbisik-bisik membicarakan keburukannya.
       “ Yang benar saja.. kau membela anak itu ? “ kata suara siswa laki-laki terdengar lantang dibalik pintu Lab. Kimia
       “ aku tidak membelanya, aku hanya ingin kau berhenti membuat masalah dengannya “ jawab suara lainnya, suara perempuan. kedengarannya tidak asing bagi Tesan. siswa laki-laki itu mendengus.
       “ masalah apa ? aku bahkan belum mulai “ jawabnya kemudian
       “ Emir, tolonglah ! jangan ganggu Tesan lagi. “ kata suara si perempuan dengan nada memohon. Tesan berhenti berjalan ketika mendengar namanya disebut. Jason juga ikut berhenti dibelakang Tesan. mereka terpaku tak jauh dari pintu Lab.
       “ apa kau pernah dengar ada nama Tesan selain aku disekolah ini ?” tanyan Tesan pada Jason
       “ kurasa tidak “ jawab Jason
       “ kalau begitu apa itu tentang aku ? “ tanya Tesan
       “ kan sudah kukatakan kalau semua orang sedang membicarakanmu. Biar kuperjelas ! ini semua tentang Keanehanmu, kekasaranmu, kesialanmu dan keberanianmu memukul orang lain “ jawab Jason.
       “ bukan itu yang kumaksud ! “
       “ lalu apa ? “ tanya Jason. Tesan nyaris saja menginjak kaki Jason saking kesalnya tapi pintu Lab. Kimia tiba-tiba terbuka dan mereka berdua terkejut bersamaan. Jian keluar ruangan diikuti siswa kelas 3 yang kemarin Tesan pukul. Sudah terlambat untuk lari atau bahkan pura-pura tidak tau. Lagipula Tesan masih ada urusan dengan anak kelas 3 yang tadi disebut Emir oleh Jian. Jadi kenapa tidak sekalian saja mereka selesaikan.
       “ apa ini ? anak kelas 2 menguping pembicaraan orang lain ? dasar tidak sopan ! “ ujar Emir yang berdiri disamping Jian. Jian hanya menghela nafas menyesal mendengar kata-kata Emir.
       “ kami tidak bermaksud menguping apa-apa “ jawab Jason
       “ benarkah ? bukankah temanmu itu tertarik karena namanya disebut-sebut oleh Jian ? kurasa dia ingin tau ada apa..“ kata Emir mengungkapkan isi pikiran Tesan.
       “ karena kau sudah tau, kenapa kau tidak menjawabnya sekalian. Aku memang ingin tau. Apakah aku sedang dilibatkan dalam urusan cinta kalian berdua atau apa ? aku sangat ingin tau.. “ ujar Tesan.
       “ tidak ada kisah cinta disini “ ujar Jian
       “ ini memang kisah cinta..” ujar Emir
       “ Emir, ini sudah berakhir ! “ tegas Jian
       “ aku hanya ingin memberi tahumu satu hal. bahwa kau tidak seharusnya masuk kedalam kisah cinta kami ! “ ujar Emir. Setelah itu dia pergi meninggalkan mereka bertiga.
Jian masih berdiri terpaku ditempatnya tanpa bergerak. Tesan dan Jason saling menatap.
       “ kisah cinta apaan ? “ tanya Jason
       “ kurasa kisah cinta mereka berdua” jawab Tesan “ tapi apa maksudnya aku tidak seharusnya masuk kedalam kisah mereka ? Sedikitpun aku tak berselera untuk masuk kedalam kisah cinta orang sepertinya. Benar-benar buang waktu “
       “ apa kau memang sekasar itu ? “ tanya Jian kemudian. Matanya berkaca-kaca sekarang.
       “ apa memang begitu kepribadianmu ? kukira selama ini kau lebih baik dari Emir. Tapi sepertinya kau sama buruknya dengan dia “ kata Jian
       “ jangan membanding-bandingkan aku dengan dia. dan kau tak punya hak untuk mengomentari kepribadian orang lain. Urus saja kepribadianmu sendiri. “ ujar Tesan. mata Jian melebar mendengarnya. lalu gadis itu pergi sambil mengusap ujung matanya.
***
Jian.
       Jika ada yang bisa menggantikan suara kasar itu, Jian akan melakukan segalanya. Jika saja suara bentakan itu tak mengagetkannya pagi itu, Jian akan melakukan apa saja untuk menghargainya. Tapi semuanya sungguh diluar dugaan. Semuanya keluar dan menjauh dari jalur perkiraan yang Jian pikirkan. Ia tidak mengerti. Benar-benar tidak paham dengan situasi yang tiba-tiba menjadi sangat memalukan dan menyedihkan.
Pagi itu Jian sudah menunggunya sekitar hampir setengah jam. Sebenarnya dia tau kalau anak kelas 2 itu hanya datang tepat jam 7, tapi Jian datang lebih cepat untuk memastikan dia tidak didului. Jian menunggu dengan sabar dan penuh harapan. Sebuah kotak plastik transparan berisi beberapa kue cokelat dan donat gula tergenggam ditangannya. Makanan manis dipagi hari bisa membuat harimu lebih baik. Jian ingin memberikannya pada Tesan, anak kelas 2 yang tinggal di gang dekat halte bis. Anak itu kelihatan kesepian selama ini. dia selalu menyendiri dan tidak bicara dengan siapapun. Jian pernah mendengar rumor tentang ibunya yang istri simpanan, tapi itu dulu. sekarang semuanya kelihatan normal dan baik-baik saja. seminggu yang lalu, anak itu tanpa sengaja menyandarkan kepalanya tertidur dibahu Jian waktu di bis pulang sekolah. awalnya Jian ingin mengusirnya, melempar kepalanya ke tembok bis karena dia sudah kurang ajar. Tapi Jian tidak melakukannya. Karena wajahnya. Bukan karena dia kelihatan tampan. Yaa , Jian mengakui dalam hatinya kalau anak itu cukup tampan. Tapi satu hal yang ia temukan saat anak itu terpejam dibahunya adalah kedamaian. Saat sedang tidak tidur, Tesan adalah anak yang pendiam, sedikit angkuh dan cuek pada siapapun. Dia bahkan tidak pernah membagi tempat duduknya di bis. Raut wajahnya dingin dan keras. Dia juga tidak bicara dan ngobrol apalagi tertawa dengan siapapun. Dia seperti orang yang ada, tapi tak ada. Dia tidak mempedulikan siapapun. Dan saat dia tertidur, semua keangkuhan diwajahnya menghilang. Dia terlihat begitu polos dan damai bahkan dalam tidur singkatnya. Dan sejak itulah Jian mulai tertarik padanya. Ia yakin ada sesuatu yang baik didalam diri anak itu. ada sesuatu yang sebenarnya lembut dan manis dihati kecilnya. karena itulah, setiap hari Jian selalu berusaha menyapanya. Selalu berusaha agar Tesan tau kalau dia tidak sendiri didunia ini. tidak perlu menyembunyikan segalanya dibalik wajah angkuh itu. tapi sepertinya tidak mudah. Tesan tak menanggapi sapaannya sama sekali. Kecuali tatapan angkuh itu juga bisa disebut balasan dari sapaannya. Disekolah, mungkin selama ini Jian hanya tak pernah memperhatikannya tapi hari itu Jian melihat Tesan ngobrol dan tertawa dengan seseorang. Sepertinya itu pertama kalinya Jian melihat Tesan dengan wajah ceria. Selama ini dia terlalu sibuk dengan Emir sampai tidak menyadarinya.
       “ Tesan ! “ Jian akhirnya melihatnya. Dia baru saja keluar dari gangnya. Dia mengenakan almamater sekolah dan menggendong tas nya dibelakang. Rambutnya disisir rapi kepinggir. Alisnya, selalu ada kerutan disekitarnya karena dia mempertahankan wajah tanpa senyum. Dan matanya, sendu dengan bulu mata lebat dan bola mata bening. Sebenarnya, Dia luar biasa tampan.
       “ Tesan, aku sudah menunggumu dari tadi “ kata Jian sambil berjalan mendekatinya. Tesan memalingkan tubuhnya dan membelakangi Jian. Entah dia tidak menyadari keberadaan Jian atau dia hanya ingin mengabaikan Jian seperti dia mengabaikan yang lain. Tapi Jian tidak menyerah. Dia membuat kue-kue itu dengan tangannya sendiri. Dia tetap berharap kue-kue nya bisa memberi perasaan yang baik pada Tesan.
       “ Tesan, aku bicara denganmu. kau tidak mendengarku ? “ ujar Jian lagi saat Tesan tetap tak menoleh ke arahnya.
       “ Tesan, hei.. “ Jian menepuk bahunya dan berharap Tesan akan menoleh. Tapi sepertinya dia melakukan kesalahan. Lalu semuanya terjadi tiba-tiba. Tesan menoleh secara mengejutkan dan..
       “ APA ?? JANGAN MENGGANGGUKU ! PERGI DAN TINGGALKAN AKU SENDIRI !! “ bentak Tesan pada Jian.
Hari itu rasanya Jian bernafas dengan benar. Bangun dari mimpi dengan benar dan berfikir dengan baik tanpa terburu-buru. Tapi sepertinya semuanya tetap ada yang salah. Anak itu bahkan membentaknya didepan semua orang. Jian nyaris melepaskan tangan dari kotak kuenya. Ia tak tau harus berkata apa. Semua orang sedang menatap mereka berdua. Bahkan dari ekor matanya, Jian bisa merasakan Emir sedang mengawasinya.
       “ apa salahku ? aku hanya ingin menawarimu kue. Kalau kau tidak mau aku juga tidak akan memaksa. Tidak perlu membentakku seperti itu “ kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulut Jian. Tesan hanya diam dan menatapnya tajam penuh kebencian. Setelah itu, anak itu masuk kedalam bis tanpa menoleh pada Jian sedikitpun. Seharian itu Jian tak bisa berkonsentrasi dengan pelajarannya. Teman-temannya terus-terusan membahas kejadian pagi itu dan bertanya pada Jian apa yang sedang Jian rencanakan ? apakah Jian menyukai anak itu ? apa Jian gila, kenapa dia menyukainya ? dan kenapa anak itu malah membentaknya ?
Pertanyaan serupa juga datang dari Emir, mantan kekasihnya. Mereka putus sekitar sebulan yang lalu. tapi kelihatannya hanya Jian yang menganggap mereka sudah putus. Emir tetap seperti biasa. Tetap ingin tau dan mencoba mengendalikan Jian.
       “ apa kau yakin tidak ingin mengatakan apapun padaku ? “ tany Emir setelah pertanyaan-pertanyaannya tentang kejadian pagi itu diabaikan Jian.
       “ memangnya apa lagi yang bisa aku katakan padamu ? “ Jian bertanya balik
       “ Jian, jangan menyiksa dirimu sendiri. Aku tau ada yang tidak beres diantara kau dan anak itu “ ujar Emir
       “ tolonglah jangan sok tau, Emir “ kata Jian
       “ apa kau mau aku memukulnya ? satu atau dua pukulan, agar dia tau bagaimana sakitnya ? “ tanya Emir
       “ apa yang kau katakan ? aku tidak butuh bantuanmu sama sekali. Aku baik-baik saja dan jangan ganggu aku “ marah Jian
       “ baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi sekarang ! “ Emir pergi setelah mengatakan itu. tapi tetap saja segalanya terasa rumit bagi Jian. Emir membuat Tesan jatuh dari Bis dan Tesan memukul wajah Emir. Tanpa tau apa yang sedang terjadi, Tesan memiliki satu musuh tak terduga. Dan Emir tetap berkeras kalau dia tidak melakukan apapun. Dia bahkan tidak membalas pukulan Tesan.
       “ belum “ ujar Emir “ belum saatnya aku membalasnya. Suatu hari nanti dia akan menerima 10 kali lipat dari yang dia alami kemarin. Dia akan membayar semuanya “
       “ membayar untuk apa ? jangan ganggu dia “ ujar Jian
       “ karena dia sudah melukai perasaanmu. Aku tidak akan diam saja kalau kau terluka. “
       “ aku baik-baik saja ! “
       “ dan karena kau menyukainya ! “
       “ itu bukan salahnya, Emir. Aku bahkan tidak mengatakan kalau aku menyukainya kan ? kenapa kau keras kepala sekali sih ? “
       “ kita lihat saja nanti ! “
Aahhh Stress ! Emir tetap saja mempertahankan sikap Egoisnya. Sepertinya dia memang berniat untuk membuat masalah dengan Tesan. dan Tesan, tetap dengan sikap angkuhnya dan menganggap semua orang sampah yang bau. Bagaimana bisa ada orang-orang seperti mereka didunia ini ? entahlah ! Jian tak sanggup lagi berfikir. ini mungkin memang salahnya. Salahnya karena berani bertindak lebih jauh pada anak itu. selama ini memang dia tidak pernah benar-benar berjuang menaklukan hati seseorang. Dia bisa menyentuh hati mereka dengan mudahnya. Tapi berbeda dengan Tesan. bahkan untuk berteman dengannya pun rasanya sangat mustahil.
Jian melempar tasnya ke tumpukan kasur diujung kamar kos. Lalu dia duduk dengan setengah tubuhnya menelungkup dimeja pendek ditengah-tengah ruangan.
       “ apa-apaan ini ? “ Juna muncul dari luar sambil menenteng kantong plastik. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar ruangan, Tas dan sepatu Jian diletakkan sembarangan. Juna  melihat adiknya menelungkup di meja.
       “ hei, jangan pura-pura mati begitu. Aku tidak punya uang untuk membelikanmu makan siang, pulang saja sana ! “ usir Juna.
       “ Kak ! “ panggil Jian dengan lemas tanpa bergerak.
       “ apa ? kau lapar ya ? sudah kubilang aku sedang tidak punya uang “ jawab Juna sambil memasukan air mineral kedalam kulkas. Jian diam saja dan tetap tidak bergerak. Dia tidak tau harus mengatakan apa pada kakaknya. Tidak tau apakah dia harus bercerita atau tidak. Dia sendiri tidak menemukan cara untuk menceritakannya. Jian bangkit duduk dan mengawasi Kakaknya yang sekarang sibuk dengan kardus mi instan kosong. Juna memang tinggal sendirian di kamar kos kecil ini. dia memilih tinggal di kos daripada pulang kerumah karena jarak antara rumah dan tempat kerjanya terlalu jauh. Kadang-kadang Juna pulang kalau hari minggu. Dan terkadang Jian dan orang tuanya yang mengunjungi Juna.
       “ kau yakin tidak mau pulang ? sebentar lagi aku harus pergi kerja “ kata Juna lagi.
Jian berdiri dan berjalan menghampiri kakaknya. Juna tersenyum mengejek melihat adiknya, ia hampir bisa membaca pikirannya.
       “ kau sedang jadin gadis rusuh lagi ya ? “ tanya Juna
       “ apa aku serusuh itu ? “ tanya Jian sambil duduk diatas kardus mi instan yang sudah dilipat.
       “ yaa, kadang-kadang kau sangat berbahaya. Otakmu yang terburu-buru itu bisa membuat banyak kesalahan dalam sekejap. Kau masih ingat kan waktu kecil dulu ? karena tidak sabaran ingin menonton film kartun kesukaanmu, kau malah membuat Tv kita rusak. “ kata Juna
       “ Tv nya kupukul dengan sapu “ Jian mengenang sambil tersenyum.
       “ waktu SMP, kau minta dibelikan ponsel kamera seharga 1jt hari itu juga. padahal 2 hari kemudian ada diskon 20% untuk setiap pembelian ponsel kamera. “
       “ kita rugi 200 ribu “
Juna benar. Sejak kecil, Jian memang selalu terburu-buru mengambil keputusan. Sikap tidak sabarannya selalu membuatnya menyesal kemudian. Termasuk kisah cintanya dengan Emir. Dan akhirnya dia terjebak dalam kehidupan Emir. Dalam sikap suka ikut campurnya yang tak bisa dikendalikan. Ia benar-benar sudah tidak tau lagi harus bagaimana. Bahkan setelah putus dengannya pun, Emir masih tetap mengawasinya.
       “ darimana kamu ? kenapa baru pulang ?“ tanya ibunya saat Jian masuk kerumah
       “ dari rumah Kakak, tapi dia harus pergi kerja jadi aku diusir “
       “ harusnya menelpon dulu. tadi Emir datang mencarimu “ kata ibunya lagi
       “ biarkan saja “
       “ wajahnya babak belur begitu, dia pasti habis berkelahi kan?. Anak itu memang keras kepala. Ibu sudah katakan dari dulu kalau Emir itu kelihatan kasar dan jangan pacaran dengannya “ kata ibunya
       “ apa tadi ibu bilang ? babak belur ?“
       “ memangnya kau tidak tau ? “ tanya ibunya.
Jian membuka paksa tas nya dan mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Emir dan menyentuh gambar telpon hijau. Beberapa detik kemudian..
       “ Halo.. “
       “ Dimana kau ? “
       “ Jian, kau sudah pulang ? “
       “ jangan banyak tanya, temui aku sekarang ! “ teriak Jian.
       “ ya ampun, kenapa harus teriak sih ? aku di halte sekarang “ jawab Emir
Jian mematikan ponselnya dan berlari keluar rumah. dia bahkan tidak berpamitan lagi kepada ibunya yang sekarang teriak-teriak menyuruhnya kembali. Langkahnya yang berat menyadarkannya kalau dia belum melepas sepatu sekolahnya. Dia benci memakai sepatu sekolah. dia memiliki kaki yang kecil jadi sepatu itu terasa berat dikakinya. Jian sampai diujung gang dengan nafas terengah-engah. Dia sendiri tidak yakin kenapa dia harus berlari. Bukankah Emir tidak akan pergi sebelum dia datang ? dia sedang mengejar Emir kan ? bukan Tesan. tapi dia tetap berlari dengan sisa tenaganya menuju halte. Dan melemparkan tubuhnya kebangku halte begitu dia sampai. Emir sedang duduk diujung bangku halte. Satu tangannya memegangi bungkusan kain basah dan menetes yang ditempelkan dipelipisnya.
       “ kenapa lari-lari sih ? “ tanya Emir santai sambil terus mengompres kepalanya.
Jian duduk disampingnya dan mengatur nafas sambil memegangi perutnya. Emir terkekeh pelan, meraih buku tulis ditasnya dan mengipasi Jian. Dia sangat menikmati memandangi Jian dari sampingnya. Tapi Jian merebut bukunya dengan kasar dan mengipasi dirinya sendiri. Emir masih memandanginya, tersenyum.
       “ apa kau berkelahi dengan anak itu ? “ tanya Jian
       “ iya, aku menang ! “ jawab Emir bangga sambil mengerlingkan sebelah matanya.
       “ kenapa kau melakukannya ? “ teriak Jian. Emir berhenti tersenyum.
       “ kenapa harus teriak ? “
       “ kenapa kau berkelahi dengan Tesan ? kenapa kau melakukannya ? sudah kukatakan dia tidak tau apa-apa ! tapi kenapa kau tetap berkelahi dengannya ? “ Jian sampai menangis saking marahnya. Dia bahkan tidak hanya meneriaki Emir, tapi juga memukuli lengan dan tubuh Emir dengan sisa tenaganya yang lemah. Dia sangat marah sampai tidak sadar melakukan itu dihate pinggir jalan raya. Dan ketika dia menyadarinya, sudah terlambat. Semua orang sedang menoleh kearahnya. Menonton dia memukuli Emir dengan tangan lemahnya.
Jian berlari meninggalkan Emir yang masih ber “aw-aw” di bangku halte. Tanpa berpikir lagi Jian masuk kedalam gang yang paling dekat dengan halte. Sambil berjalan, dia merapikan seragam dan rambutnya yang sekarang acak-acakan karena mengamuk. Tubuhnya gemetar dan jantungnya berdebar sangat kencang. Dia tidak sadar kalau tadi dia sangat marah pada Emir. Bagaimana bisa Emir melakukan itu pada Tesan ? apa kata Tesan nanti kalau dia harus terluka parah dipukuli Emir gara-gara Jian ? apalagi sekarang Tesan tau kalau Jian menyukainya. Tesan pasti akan sangat marah padanya. Tesan mungkin akan meneriakinya lagi besok dihalte bis. Ohh Tidak !
Jian membelok kekanan dan melihat rumah bercat kuning pucat tak jauh dari tempatnya. Itu rumah Tesan. dia belum pernah kesana tapi dia tau itu rumahnya. Dia pernah melihat Tesan kecil disana waktu mereka masih SMP. 3 rumah kekanan dari rumah Tesan adalah rumah Cindy, teman SD nya. Dulu Jian sering kerumah Cindy, dan Jian mengetahui semua tentang Tesan dan keluarganya dari ibunya Cindy.
Jian melangkah ragu-ragu didepan rumah itu. berpikir untuk pulang saja. tapi dia penasaran dengan keadaan Tesan. sudah terlanjur dia lari ke gang ini, sekalian saja dia tau keadaan Tesan. lagipula ini juga salahnya kan. Kalau saja dia tak membuat Tesan meneriakinya waktu itu, seandainya dia bisa lebih tegar dan tak kelihatan menyedihkan. Pasti Emir tidak akan melakukan semua ini.
Tok tok tok..
Jian mulai mengetuk pintu. Tubuhnya masih gemetar dan dia masih tidak tau mau berkata apa jika dia bertemu Tesan nanti. tapi dia tetap mengetuk pintu. Gagang pintu bergerak. Suara klak klik kunci pintu diputar dan pintu pun terbuka. Sosok Lelaki remaja kurus tinggi dengan wajah ramah muncul dibalik pintu. Jian terkejut, itu bukan Tesan. selama sepersekian detik Jian berfikir kalau dia salah rumah dan sebaiknya cepat-cepat pergi sebelum dia malu lebih jauh. tapi kemudian anak itu menyebut namanya. Jian memperhatikan, dia juga memakai seragam SMA nya.
       “ Kak Jian ! ada apa ? “
       “ aku....aa.. sebenarnya aku... “ Jian gugup.
       “ mencari Tesan ya ? “ tanya anak itu. Jian tersentak. Bagaimana anak ini tau ?
       “ ayo masuk ! Tesan ada didalam “ kata Anak itu sambil membuka pintu lebar-lebar. Jadi benar ini rumahnya.
       “ ahh sebentar.... siapa namamu ? “ tanya Jian
       “ aku Jason “ ujar Jason mengulurkan tangan. Jian menyalaminya.
       “ Ehm Jason, bisa kita bicara disini saja ? “ ujar Jian ragu-ragu
       “ kenapa ? “ tanya anak itu
       “ tidak apa-apa. Aku cuma mau tanya apa Tesan baik-baik saja ? “
       “ maaf, apa ? “ Jason bertanya
       “ Tesan, apakah dia baik-baik saja ? “ tanya Jian lagi.
       “ Tesan ? “
       “ yaa.. “
       “ sebenarnya dia tidak baik-baik saja, tapi dia selalu bilang kalau dia baik-baik saja. agak kurang jujur menurutku, tapi itu pasti agar tidak ada yang khawatir“ jawab Jason.
Ya Ampun ! jadi itu benar ? Tesan sedang terluka. Sekarang setelah tau, Jian bingung apa yang harus dia lakukan ?
       “ apa lukanya parah ? “
       “ apanya ? Jason bertanya balik. Saat ini Jian sudah jengkel kepada Jason yang terus-terusan memintanya mengulang pertanyaan. Anak ini sepertinya memiliki gangguan pendengaran atau semacamnya.
       “ sedang apa kau, Jas ? “ suara seseorang dari dalam rumah. Jason menoleh kedalam rumah dan menjawab kalau sedang ada tamu. Jian sendiri membeku didepan pintu mendengar itu, tampilannya dari dalam terhalangi oleh Jason. Itu suara Tesan. apa yang akan dia katakan pada Tesan ? apa yang harus dia lakukan ? dia ingin berbalik dan lari tapi itu akan kelihatan aneh kalau dia lari tanpa pamit seperti maling.
       “ siapa yang kau maksud ? “ kepala Tesan muncul diatas bahu Jason. Matanya melebar begitu melihat Jian. Bagitu juga Jian, jantungnya berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Bahkan lebih cepat dari saat Tesan membentaknya waktu itu. (bersambung)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar